7 Fakta Isu Kiamat Ponorogo Viral, Dari Jual Rumah Hingga Siapkan Pedang Hadapi Perang saat Ramadan

Kompasjudi - PONOROGO -  Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur gempar dan heboh. Ini setelah viralnya isu kiamat yang membuat sedikitnya 52 orang warga Desa Watu Bonang, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo hijrah alias pindah ke wilayah Kabupaten Malang.

Tujuan kepindahan puluhan warga tersebut adalah, untuk menghindari terjadi kiamat alias hari akhir zaman.

Akhirnya, setelah diawali Katimun, para jamaah dan pengikutnya dengan cara berbondong-bondong pergi dari kampung halaman, mengikutinya Katimun hijrah ke tempat baru, dengan meninggalkan semua harta benda yang dimiliki.


Berikut tujuh fakta penting isi kiamat Ponorogo:
1. Isu Kiamat Dihembuskan Katimun

Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni mengatakan, bahwa isu kiamat yang menggemparkan wilayah yang dipimpinnya dan viral di media sosial tersebut, karena ulah seorang warga setempat bernama Katimun.

Si Katimun inilah yang menyebarkan isu kiamat kepada warga dari rumah ke rumah alias door to door.

Dia 'berdakwah' tersebut, setelah pulang dari menimbah ilmu di wilayah Kasembon, Kabupaten Malang.

"Yang membawa ajaran ini ke Ponorogo atau ke Desa Watu Bonang itu, warga kita nanya Katimun. Jadi intinya mereka mengatakan kiamat sudah dekat," tegasnya, Rabu (13/3/2019).

Seumlah warga termakan isu kiamat tersebut. Sehingga membuat 52 orang warga Desa Watu Bonang, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo pindah alias hijrah ke Kabupaten Malang.

2. Jamaah Harus Jual Rumah dan Harta Benda

Jamaah yang menjadi pengikut Katimun, diminta menjual semua aset dan harta benda yang dimiliki.

Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni menjelaskan, hal itu harus dilakukan, sebagai bekal di akhirat, atau dibawa dan disetorkan ke pondok.

"Selain itu, jamaah harus salat lima waktu di masjid," imbuh Ipong Muchlissoni.

Hal itu dilakukan Katimun, setelah selama dua bulan lalu dia pulang dari menimba ilmu di Malang.

Katimun mendatangi rumah ke rumah, mempengaruhi warga dan menyebarkan ajaran yang dianutnya.

Kepada warga, Katimun menyampaikan bahwa kiamat sudah dekat.

Dari sinilah, kemudian warga yang jadi penganutnya menjual semua harga benda dan rumah tempat tinggal yang dimilikinya.

Kepala Desa Watu Bonang, Bowo Susetyo, Rabu (13/3/2019) mengatakan, ada sekitar 16 KK di dua dusun, yakni Dusun Krajan dan Dusun Gulun yang pindah ke Kabupaten Malang untuk mengikuti pengajian.

"Yang ikut 16 KK, 14 KK di Dusun Krajan dan 2 KK di Dusun Gulun," katanya.

Bowo Susetyo juga membenarkan, bahwa ada empat rumah milik warganya yang berangkat ke Malang yang dijual, dengan harga sekita Rp 20 juta.

"Rata-rata dijual 20 juta, untungnya yang beli tetangga atau saudaranya sendiri," bebernya.

3. Siapkan Pedang Hadapi Huru Hara Saat Ramadan

Katimun pemimpin ajaran aneh di Ponorogo, sekaligus penyebar isu kiamat ini meminta warga yang jadi pengikutnya menyiapkan senjata khusus, yang berupa pedang.

Pedang tersebut harus dibeli ke Katimun yang menyebut dirinya sebagai Pak Kiai, dengan harga Rp 1 juta.

Menurut Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni, senjata pedang harus disiapkan, karena Katimun bilang, bahwa pada bulan Ramadan tahun ini akan terjadi huru hara dan perang.

"Mereka bilang Ramadan besok ini akan ada huru-hara, perang. Jamaah diminta untuk membeli pedang ke pak Kiai, harganya Rp 1 juta, yang tidak beli pedang diminta menyiapkan senjata di rumah, dan seterusnya lah," beber Ipong.

4. Pindah ke Malang Terhindar dari Kiamat

Dalam ajaran yang disebarkan Katimun, jamaah akan selamat dan terhindar dari kiamat alias hari akhir jika mau pindah dari kampung halamannya, di Desa Watu Bonang, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo ke wilayah Kasembon, Kabupaten Malang.

"Ini nggak masuk akal, mereka sampaikan kalau ikut grup ini, kalau dunia ini kiamat, mereka tidak ikut kiamat," ucap Bupati Ponorogo, Ipong Muchlissoni.
Kepala Desa Watu Bonang, Bowo Susetyo menambahkan, dari 52 orang warganya yang pindah ke Kabupaten Malang karena isu kiamat, semuanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Saat pindah, mereka, tidak mengurus administrasi surat pindah di kantor desa dan sekolah.

"Keberangkatan warga itu disembunyikan. Ada sesuatu yang disembunyikan," ungkapnya.

Bahkan, ada satu warga yang berencana akan pindah, saat ditanya Bowo Susetyo, dia mengaku tidak akan berangkat.

Tapi pada malam harinya, mereka berangkat ke Malang secara sembunyi-sembunyi.

"Dari 53 warga desa saya yang pindah ke Malang tersebut, 10 di antaranya masih SD dan dua di antaranya masih berstatus pelajar SMP," tegasnya.

5. Pengikut Dari Berbagai Wilayah di Jatim

Pengikut ajaran Katimun ternyata tidak hanya berasal dari Kabupaten Ponorogo saja.

Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni mengatakan, bahwa pengikut Katimun, Kiai yang menyebarkan isu kiamat juga berasal dari berbagai daerah, kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Timur.

"Pengikut Katimun itu tidak hanya berasal dari Ponorogo saja. Informasinya juga berasal dari berbagai kabupaten di Jawa Timur," tegasnya.

Sehingga Ipong minta Pemprov Jawa Timur dan Polda Jawa Timur juga ikut turun tangan untuk menanganinya.

"Ini memang nggak bisa didekati level Kapolsek, nggak bisa. Harus dari Polda Jawa Timur, Pemprov Jatim," tandas Ipong. 

6. Rumah Katimun Kosong

Katimun, pria yang mengaku Kiai yang mengajarkan ajaran aneh dan menyebarkan isu kiamat ternyata sudah terlebih dahulu meninggalkan rumahnya di Desa Watu Bonang, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo.

Dia pindah ke Kabupaten Malang, setelah menghembuskan isu kiamat.

Saat dikunjungi Rabu (13/3/2019), rumah Katimun sudah dalam kondisi tak berpenghuni dan terkunci rapat.

Kepala Desa Watu Bonang Bowo Susetyo menyebut, rumah Katimun sudah tidak berpenghuni sejak dua bulan lalu.

"Setelah Katimun pindah ke Malang, aktivitas pengikutnya tidak ada lagi. Mushala yang dahulu ramai jemaahnya juga sepi. Sekarang sepi seperti kuburan," tegasnya.

Bowo Susetyo mengaku saat Katimun dua bulan lalu pergi ke Malang.

Tapi dirinya tidak mengetahui dengan persis bagaimana proses pindahnya 52 orang warganya ke Malang untuk mengikuti Katimun, karena takut isu kiamat.

7. Viral di Media Sosial

Isi kiamat Ponogoro menjadi heboh dan bikin geger setelah viral di media sosial.

Kisah tersebut menjadi viral setelah diunggah netizen bernama Rizky Ahmad Ridho, di grup Facebook Info Cegatan Wilayah Ponorogo (ICWP), pada Senin (11/3/2019) sekitar pukul 10.14 WIB.

"#kepoinfo seng omahe watu bonang enek ora jarene lemah' pdo.di dol.gek pindah neg malang kae kronologine pie.. Seng 2 krngu" jarene kenek doktrin seng kiamat disek dwe daerah kno gek jarene neh kui gae jaket MUSA AS..kui aliran opo lurrr.samarku mbat brawek neg daerah" lio..Ngnu wae..mergo rdok nyamari babakan ngne kie wedi ko mbat di gae edan lak io.jembuk," tulis Rizki di Grup ICWP.

Kira-kira dalam bahasa Indonesia, berarti:

"#kepoinfo yang rumahnya di Watu Bonang ada apa tidak. Katanya tanah semua dijual terus pindah ke Malang itu gimana kronologinya. Dengar-dengar katanya kena doktrin yang kiamat pertama daerah situ dan katanya ada yang pakai jaket MUSA AS. Itu aliran apa, khawatirku merembet ke daerah lain. Gitu aja. Soalnya agak membahayakan bab seperti ini takutnya malah membuat orang gila".

Sejak di-posting dua hari kemarin, unggahan tersebut sudah dikomentari 1.405 netizen dan disukai 1.014 netizen.

Seorang nettizen bernama Muhtar Tatung, membenarkan kabar tersebut.

Muhtar mengatakan, di desanya memang terdapat keluarga yang tiba-tiba menjual mobil, motor, sapi. 
Itu dikukan lantaran percaya empat tahun lagi akan tiba kiamat.

Setelah itu, orang tua bersama anak dan istrinya diajak ke Malang untuk beribadah.

"Gonku enek mas mobile montore sapine didol jare 4thun engkas rep kiamat. wong tuane sak anak bjone diajak neng malang.jare rep ngibadah tohok," tulis Muhtar.

Sementra pemilik akun Che Chipruetz Philhaophipholhepher mengatakan, rumah warga yang pindah ke Malang, menjual rumah dan hewan peliharaan dengan harga murah.

"Lemah sak omah gur diD0l 20 juta Lurrr,,, Gek kandang sak sapine gur 8 juta,,,,,.(Tanah dan rumah cuma dijual seharga Rp 20 juta, kandang dan sapinya cuma Rp 8 juta)," tulis Che Chipruetz.Kompasjudi




Tidak ada komentar